Akar, Pergeseran, dan Masa Depan: Protestantisme Calvinis Menghadapi Era Disrupsi 

Sebuah Kajian Fokus pada Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan 12 Sinode Gereja Bagian Mandirinya

BAGIAN 1: PERGESERAN PARADIGMA DARI FONDASI CALVINISME HISTORIS

Protestantisme, sejak kelahirannya, adalah sebuah gerakan reformasi yang dinamis. Namun, 500 tahun sejak John Calvin memformulasikan teologinya, lanskapnya telah terfragmentasi secara radikal. Untuk memahami tantangan yang dihadapi Protestantisme hari ini, pertama-tama kita harus membangun sebuah baseline (garis dasar) teologis: Apa sesungguhnya fondasi yang diletakkan oleh Calvin? Dan pergeseran fundamental apa yang telah terjadi?

1.1 Arsitektur Doktrin John Calvin: Apa yang Fundamental?

Untuk memahami Calvinisme, kita harus merujuk pada magnum opus-nya, Institutes of the Christian Religion (terbit pertama 1536). Karya ini bukanlah ringkasan teologi yang kering, melainkan ditulis sebagai “buku teks pengantar”  yang dimaksudkan untuk “membantu mereka yang ingin dididik dalam doktrin keselamatan”. Institutes secara sistematis menjadi “inti referensi” bagi sistem doktrin yang kemudian dikenal sebagai Calvinisme.   

Struktur Institutes sendiri mengikuti struktur Pengakuan Iman Rasuli, yang terbagi dalam empat buku :   

  1. Buku I: Pengetahuan tentang Allah Sang Pencipta (Allah Bapa).

  2. Buku II: Pengetahuan tentang Allah Sang Penebus (Allah Anak).

  3. Buku III: Cara Menerima Anugerah Kristus (Allah Roh Kudus).

  4. Buku IV: Sarana-sarana Eksternal (Gereja dan Sakramen).

Dari arsitektur ini, kita dapat mengidentifikasi beberapa pilar doktrinal yang bersifat primer dan non-negotiable bagi Calvin:

  • Kedaulatan Mutlak Allah (Sovereignty of God): Ini adalah tema agung (grand theme) yang menopang seluruh bangunan teologi Calvin. Allah tidak hanya menciptakan dunia, tetapi secara aktif, sengaja, dan berdaulat penuh menopang dan mengatur segala sesuatu yang terjadi di dalamnya. Ini mencakup bahkan “instrumen kejahatan” yang dipakai Allah untuk menggenapi rencana-Nya, sementara Allah sendiri “tetap bebas dari setiap noda”.   

  • Otoritas Final Alkitab (Sola Scriptura): Bagi para Reformator, Alkitab adalah satu-satunya sumber otoritas tertinggi untuk iman dan praktik. Pengetahuan tentang Allah dan pengetahuan tentang diri kita sendiri  diperoleh secara otoritatif hanya melalui Alkitab.   

  • Soteriologi (Doktrin Keselamatan): Tema sentral Reformasi adalah bahwa keselamatan merupakan “karunia ilahi, bukan pencapaian manusia”. Bagi Calvin, ini diekspresikan secara logis melalui doktrin Predestinasi. Allah, dalam kedaulatan-Nya, secara aktif “menarik”  dan “memilih kita sebelum dunia dijadikan”  bukan berdasarkan usaha atau iman yang Dia lihat sebelumnya, tetapi “sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya”. Manusia dalam hal ini bersifat pasif dalam menerima anugerah tersebut.   

Namun, Calvin sendiri bukanlah seorang fundamentalis yang kaku. Sebuah analisis terhadap Institutes (Buku 4, Bab 1, bagian 12) menunjukkan bahwa Calvin membedakan antara dua jenis doktrin.   

  1. Doktrin Primer (Fundamental): Ini adalah “prinsip-prinsip dasar agama” yang harus “pasti dan tidak dipertanyakan oleh semua orang.” Contohnya: “Allah itu satu; Kristus adalah Allah dan Anak Allah; keselamatan kita bersandar pada belas kasihan Allah; dan sejenisnya”.   

  2. Doktrin Sekunder (Non-Fundamental): Ini adalah “artikel-artikel doktrin yang diperdebatkan di antara gereja-gereja” yang “tetap tidak merusak kesatuan iman.” Contohnya: “ke mana jiwa terbang setelah meninggalkan tubuh”.   

Pembedaan yang dibuat oleh Calvin sendiri ini memberikan kita alat ukur teologis yang penting. Sebuah “deviasi” (pergeseran) dapat dinilai fundamental (lebih dari 25%, dalam bahasa kueri) jika ia menyentuh pilar-pilar primer (Kedaulatan Allah, Otoritas Alkitab, Keselamatan oleh Anugerah).

1.2 Pergeseran Fundamental 1: Arminianisme (Pergeseran Soteriologis)

Perpecahan teologis besar pertama dalam keluarga Reformed terjadi tak lama setelah kematian Calvin. Pelakunya adalah Jacobus Arminius (1560-1609), seorang teolog Belanda yang notabene adalah seorang profesor teologi di Universitas Leiden dan pendeta di Gereja Reformed Belanda (Dutch Reformed).   

  • Premis Pergeseran: Arminius secara tegar “menolak pengajaran Calvinisme” mengenai Predestinasi. Ia berjuang untuk “memodifikasi” Calvinisme karena ia tidak nyaman dengan implikasi bahwa Allah “dianggap sebagai perancang” kejahatan dan manusia hanyalah “robot di tangan Allah”.   

  • Dampak Doktrinal: Para pengikut Arminius (disebut Remonstrants) merumuskan “Lima Artikel Remonstrance” pada tahun 1610. Lima artikel ini secara langsung menantang pilar soteriologi Calvin:   

    1. Pemilihan Bersyarat: Menolak doktrin Pemilihan Tanpa Syarat Calvin. Arminianisme mengajarkan bahwa Allah memilih mereka yang Dia ketahui sebelumnya (foreknowledge) akan “memenuhi kondisi iman kepada Kristus”. Pilihan Allah didasarkan pada respons manusia yang Dia antisipasi.   

    2. Penebusan Universal: Menolak doktrin Penebusan Terbatas Calvin. Arminianisme mengajarkan bahwa kematian Kristus “membuat keselamatan tersedia bagi semua umat manusia” , meskipun hanya efektif bagi yang percaya.   

    3. Anugerah yang Dapat Ditolak: Ini adalah pergeseran paling kritis. Menolak doktrin Anugerah yang Tak Dapat Ditolak Calvin. Arminianisme mengajarkan bahwa anugerah Allah “diperlukan untuk keselamatan,” namun anugerah tersebut “dapat ditolak” (resistible) oleh kehendak bebas manusia.   

  • Respons Calvinis: Sebagai respons defensif terhadap lima poin Arminianisme ini, Sinode Dort (1618-1619) diselenggarakan. Sinode ini merumuskan “Canons of Dort,” yang menegaskan kembali ortodoksi Calvinis. Rumusan inilah yang kemudian menjadi dasar bagi “Lima Pokok Calvinisme” yang populer (TULIP). Penting untuk dicatat bahwa TULIP bukanlah ringkasan dari Institutes Calvin, melainkan sebuah antitesis yang dirumuskan secara spesifik untuk melawan Arminianisme.   

Pergeseran ini bersifat fundamental karena ia menggeser agensi dalam keselamatan. Bagi Calvin, agensi keselamatan 100% milik Allah (monergisme). Bagi Arminius, keselamatan adalah sebuah kerja sama antara agensi Allah (yang menawarkan) dan agensi manusia (yang menerima atau menolak) (sinergisme).

1.3 Pergeseran Fundamental 2: Liberalisme & Neo-Ortodoksi (Pergeseran Otoritas)

Jika Arminianisme adalah pergeseran soteriologis (tentang keselamatan), pergeseran kedua jauh lebih radikal karena menyentuh otoritas (tentang Alkitab). Pergeseran ini terjadi di dalam denominasi-denominasi mainline (arus utama) di Eropa dan Amerika Utara, seperti Presbyterian Church (USA) (PCUSA).

  • Premis Pergeseran (Neo-Ortodoksi): Dipengaruhi oleh teolog Karl Barth, denominasi mainline mulai merumuskan ulang doktrin mereka tentang Alkitab. Titik penting adalah Confession of 1967 dari PCUSA.   

    • Pandangan Calvin (Historis): Alkitab adalah Wahyu Allah yang diinspirasikan Roh Kudus.   

    • Pandangan Baru (Barthian): Kristus adalah Wahyu Allah. Alkitab bukan wahyu itu sendiri, melainkan “menyaksikan” (witness) Wahyu tersebut.   

  • Dampak Doktrinal: Implikasinya sangat besar. Jika Alkitab hanyalah “saksi” (yang ditulis oleh manusia yang bisa salah) atas “peristiwa Kristus,” maka gereja memiliki kebebasan untuk menilai kesaksian tersebut. Akibatnya, pandangan ini meyakini bahwa “beberapa bagian dari Alkitab mungkin salah“, “bukan saksi bagi Kristus”, dan “tidak normatif bagi gereja”.  

  • Premis Pergeseran (Liberalisme Teologis): Seiring dengan pergeseran otoritas Alkitab, terjadi pergeseran fokus teologi. Konfesi-konfesi Reformed modern, seperti Brief Statement of Faith (PCUSA), secara sadar “menghindari bahasa tentang atribut-atribut Allah” (seperti Kedaulatan absolut, kekekalan, atau kemahatahuan-Nya).   

  • Dampak Doktrinal: Fokus teologi bergeser dari metafisika (Siapa Allah?) ke fungsionalisme (Apa yang Allah lakukan?). Konfesi-konfesi ini lebih “menekankan karya-Nya dalam rekonsiliasi dan pemberdayaan manusia”.   

Pergeseran ini, secara teologis, jauh lebih fundamental daripada perdebatan dengan Arminianisme. Arminianisme dan Calvinisme klasik masih berdebat di dalam arena yang sama: keduanya menerima Alkitab sebagai otoritas final yang tidak bersalah. Sebaliknya, Liberalisme dan Neo-Ortodoksi menggeser lokus otoritas itu sendiri, dari teks Alkitab ke interpretasi gereja atas “peristiwa Kristus,” yang memungkinkan gereja untuk membatalkan otoritas bagian-bagian Alkitab yang dianggap tidak sesuai dengan konteks modern (misalnya, isu-isu sosial, etika, atau HAM).   

1.4 Pergeseran Kontemporer: “Neo-Calvinism” vs. “New Calvinism”

Di era modern, istilah “Calvinisme” sendiri mengalami fragmentasi lebih lanjut, yang seringkali membingungkan. Dua gerakan utama yang sering disalahpahami adalah Neo-Calvinisme dan New Calvinism.

  • Neo-Calvinisme (Kuyperian): Ini bukan sebuah deviasi doktrinal, melainkan sebuah aplikasi teologi. Dipelopori oleh teolog dan Perdana Menteri Belanda, Abraham Kuyper, serta Herman Bavinck.   

    • Teologi: Neo-Calvinisme adalah 100% “konservatif secara alkitabiah, historis, dan teologis”.   

    • Perbedaan: Kuyper memperluas teologi Calvin dari fokus tradisional pada soteriologi (TULIP) ke sebuah mandat budaya yang komprehensif. Dikenal dengan kutipannya yang terkenal tentang “setiap jengkal” (every square inch), Neo-Calvinisme mengajarkan bahwa kedaulatan Kristus harus ditegakkan di semua aspek kehidupan: politik, seni, sains, pendidikan, dan masyarakat. Ini adalah Calvinisme yang diterapkan secara publik.   

  • New Calvinism (Gerakan Kebangkitan): Ini adalah fenomena yang lebih baru, sebuah “kebangkitan” (resurgence) minat pada teologi Reformed di kalangan generasi muda, terutama di Amerika Serikat.   

    • Karakteristik: Dipopulerkan oleh tokoh-tokoh seperti John Piper , gerakan ini memiliki “semangat terhadap TULIP”.   

    • Perbedaan (dari “Old Calvinism”): “Old Calvinism” (atau Paleo-Calvinism) sangat menekankan konfesionalisme (kepatuhan ketat pada Konfesi Westminster ) dan polity (tata gereja, biasanya Presbyterian). Sebaliknya, “New Calvinism” seringkali :   

      1. Non-Konfesional: Fokus pada 5 Pokok (TULIP), tetapi tidak terlalu terikat pada konfesi historis yang lengkap.

      2. Karismatik: Berbeda dengan Old Calvinist yang cessationist (percaya karunia roh berhenti), banyak New Calvinist bersifat continuationist (karunia roh masih ada).

      3. Gaya Ibadah Modern: Mengadopsi gaya ibadah kontemporer, bukan Regulative Principle (Prinsip Regulatif Ibadah) yang kaku.

Ironisnya, seorang “New Calvinist” bisa jadi jauh lebih ketat dalam hal soteriologi (TULIP) daripada gereja mainline (seperti PCUSA), namun pada saat yang sama menolak kekakuan “Old Calvinist” dalam hal tata ibadah atau tata gereja. Ini menunjukkan betapa terfragmentasinya label “Calvinis” di abad ke-21.

BAGIAN 2: PEMETAAN KESETIAAN DOKTRINAL (GLOBAL & INDONESIA)

Berdasarkan analisis di Bagian 1, kita dapat menetapkan sebuah proksi (alat ukur) untuk menjawab permintaan pengguna mengenai “denominasi yang masih berpegang teguh” (deviasi < 25%, tidak fundamental). Proksi yang paling objektif adalah kepatuhan konfesional.

Sebuah denominasi dapat dinilai “teguh” pada Calvinisme historis jika mereka secara eksplisit dan wajib menganut salah satu dari dua rumpun konfesi Reformed utama:

  1. Westminster Standards (1646-1649): Terdiri dari Westminster Confession of FaithShorter Catechism, dan Larger Catechism. Ini adalah standar bagi gereja-gereja tradisi Presbyterian (Inggris/Skotlandia).   

  2. Three Forms of Unity (Tiga Formula Keesaan): Terdiri dari Belgic Confession (1561), Heidelberg Catechism (1563), dan Canons of Dort (1619). Ini adalah standar bagi gereja-gereja tradisi Continental Reformed (Belanda/Eropa).   

Sebaliknya, denominasi yang telah menggeser konfesi-konfesi ini (seperti PCUSA dengan Confession of 1967 ) atau yang tidak lagi mewajibkan kepatuhan padanya, dapat dinilai telah mengalami deviasi fundamental.   

2.1 Lanskap Global: Membedah Aliansi Reformed

Cara termudah untuk memetakan ribuan denominasi Reformed adalah dengan melihat afiliasi global mereka. Saat ini, ada dua “kutub” utama yang saling berlawanan:

A. World Communion of Reformed Churches (WCRC)

  • Profil: Ini adalah aliansi Reformed terbesar di dunia, mewakili sekitar 100 juta anggota dari 230 denominasi.  

  • Teologi (Deviasi Fundamental): WCRC secara eksplisit bukan sebuah organisasi konfesional. Konstitusinya hanya mensyaratkan bahwa gereja anggota “secara umum setuju” (in general agreement) dengan iman Reformed.   

  • Orientasi: WCRC sangat ekumenis  dan fokus utamanya telah bergeser dari doktrin klasik ke agenda keadilan sosial. Misinya adalah “panggilan untuk persekutuan dan komitmen terhadap keadilan” , dengan fokus spesifik pada keadilan ekonomi, ekologi, dan gender. 

  • Anggota: Anggotanya mencakup gereja-gereja mainline liberal (seperti PCUSA)  dan berbagai gereja “United” (Persatuan) yang “tidak menganggap diri mereka lebih Calvinis daripada, katakanlah, Wesleyan”.   

  • Analisis: Keanggotaan dalam WCRC adalah indikator kuat bahwa sebuah sinode telah bergeser secara fundamental dari Calvinisme historis. Prioritasnya telah beralih dari kekakuan doktrinal (konfesi) ke agenda keadilan sosial ekumenis.   

B. World Reformed Fellowship (WRF)

  • Profil: Ini adalah aliansi yang jauh lebih kecil namun bersifat konservatif secara teologis.   

  • Teologi (Kepatuhan Konfesional): Berbeda tajam dengan WCRC, persyaratan keanggotaan WRF secara eksplisit mengharuskan kepatuhan pada salah satu dari konfesi Reformed historis yang telah disebutkan (Westminster, Three Forms of Unity, dll.).   

  • Orientasi: WRF didirikan oleh gereja-gereja konservatif yang merasa WCRC (saat itu WARC) terlalu liberal dan ekumenis. Fokusnya adalah pemeliharaan ortodoksi Reformed.   

  • Analisis: Keanggotaan dalam WRF adalah indikator kuat kesetiaan doktrinal pada Calvinisme historis (< 25% deviasi).

Dengan menggunakan dua kutub ini, kita dapat memetakan beberapa denominasi global:

  • Teguh (< 25% Deviasi): Presbyterian Church in America (PCA) , Orthodox Presbyterian Church (OPC) , Reformed Churches in the Netherlands (Liberated). Mereka umumnya anggota WRF atau aliansi konservatif serupa (seperti ICRC).   

  • Bergeser (> 25% Deviasi): Presbyterian Church (USA) (PCUSA) , Church of Scotland. Mereka adalah anggota inti dari WCRC.   

2.2 Lanskap Indonesia: Siapa yang Masih Teguh Calvinis?

Menggunakan kerangka WCRC vs. WRF dan standar kepatuhan konfesional, kita dapat memetakan lanskap Indonesia secara jernih.

A. Gereja Konfesional Ketat (Deviasi < 25%)

Gereja-gereja ini secara eksplisit menjadikan konfesi Reformed historis sebagai dasar teologi mereka yang tidak dapat diganggu gugat.

  • Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII):

    • Afiliasi: GRII adalah anggota World Reformed Fellowship (WRF). Ini adalah indikator pertama dari ortodoksi konfesionalnya.   

    • Pendiri & Teologi: Didirikan oleh Pdt. Stephen Tong , GRII dibangun di atas fondasi “untuk menjunjung tinggi teologi Reformed dan semangat injili”.   

    • Standar Konfesional: Seminari mereka (Sekolah Tinggi Teologi Reformed Injili Indonesia – STTRII) memiliki pengakuan iman yang sangat ketat dan eksplisit. Mereka tidak hanya mengakui (recognize) Konfesi Westminster dan Three Forms of Unity (Heidelberg, Belgic, Dort) , tetapi juga mewajibkan kepatuhan pada Kredo Ekumenis (Rasuli, Nicea-Konstantinopel, Athanasius, dan Chalcedon).   

    • Kekakuan Tambahan: GRII juga memiliki “Reformed Evangelical Confession of Faith” mereka sendiri yang menegaskan doktrin Biblical Inerrancy (Alkitab Tanpa Salah) secara ekstrem: Alkitab “tanpa salah dalam segala sesuatu yang diajarkannya, termasuk yang mengenai sejarah dan ilmu pengetahuan“. Mereka juga menegaskan finalitas Injil di atas “mandat budaya dan kepedulian sosial” (yang hanya dianggap suplemen).   

    • Analisis: GRII mewakili benteng Calvinisme konfesional yang paling ketat, sadar-teologi, dan militan di Indonesia. Deviasinya dari Calvinisme historis praktis nol.

  • Gereja-Gereja Reformasi di Indonesia (GGRI) & Gereja-Gereja Reformasi Calvinis (GGRCI):

    • Latar Belakang: Gereja-gereja ini didirikan oleh misionaris Calvinis ortodoks Belanda dari Reformed Churches in the Netherlands (Liberated).   

    • Teologi: Mereka secara eksplisit mengidentifikasi diri sebagai “gereja konfesional Reformed”. GGRI secara resmi menganut Three Forms of Unity ditambah Konfesi Westminster dan Second Helvetic Confession. GGRCI juga menganut Three Forms of Unity dan merupakan anggota dari aliansi global ultra-konservatif, International Conference of Reformed Churches (ICRC).   

    • Analisis: Sama seperti GRII, sinode-sinode ini memenuhi kriteria “teguh” dan “deviasi < 25%” secara penuh.

B. Gereja Mainline Berakar Calvinis (Potensi Deviasi > 25%)

Gereja-gereja ini memiliki akar sejarah dalam Calvinisme, namun identitas kontemporer mereka lebih dibentuk oleh gerakan ekumenis dan teologi kontekstual.

  • Gereja Kristen Indonesia (GKI):

    • Identitas Historis: GKI secara resmi terdaftar sebagai denominasi Protestan (Calvinis).   

    • Konteks Kontemporer: GKI adalah gereja mainline (arus utama). Identitas publiknya saat ini sangat dibentuk oleh perjuangannya dalam isu-isu sosial, pluralisme, dan HAM. Kasus GKI Yasmin di Bogor, di mana jemaat mengalami konflik berkepanjangan terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB) , telah menempatkan GKI di garis depan perjuangan kebebasan beragama di Indonesia.   

    • Analisis: GKI kemungkinan besar mewakili “Calvinisme Kultural/Historis”. Seperti PCUSA di Amerika , akarnya tidak dapat disangkal adalah Calvinis (dari warisan misi Belanda). Namun, praktik dan teologi kontemporernya kemungkinan besar jauh lebih selaras dengan PGI dan WCRC. Fokusnya adalah pada teologi kontekstual, dialog lintas iman , dan keadilan sosial , daripada kepatuhan doktrinal yang kaku pada soteriologi TULIP atau Konfesi Westminster. Pergeseran ini, yang memprioritaskan “misi horizontal” (keadilan sosial) , dapat dikategorikan sebagai deviasi fundamental (> 25%) dari Calvinisme konfesional klasik.   

BAGIAN 3: PROTESTANTISME INDONESIA DI BAWAH TEKANAN DISRUPSI

Gereja-gereja Protestan di Indonesia, baik yang konfesional maupun mainline, saat ini menghadapi serangkaian tantangan eksistensial yang tidak lagi bersifat internal (seperti perdebatan Calvinis vs. Arminian), melainkan eksternal. Tantangan-tantangan ini menguji relevansi dan bahkan kelangsungan hidup gereja di tengah masyarakat.

3.1 Disrupsi Ekologi: Dari Mandat Penatalayanan ke Keadilan Ekologi

  • Tantangan: Indonesia berada di garis depan krisis iklim global. Data dari WALHI dan BNPB menunjukkan ribuan bencana hidrometeorologi (banjir, longsor) setiap tahun. Krisis ini diperparah oleh paradigma pembangunan yang antroposentris (berpusat pada manusia) dan eksploitatif, yang berorientasi pada profit semata. Eksploitasi ini seringkali menyebabkan desakralisasi hutan dan lingkungan.   

  • Respons Teologis (Eko-Teologi): Sebagai respons, telah lahir gerakan “Eko-Teologi” di Indonesia, yang dipelopori oleh teolog-teolog Protestan seperti Pdt. Dr. Robert P. Borrong. Analisis Borrong adalah bahwa krisis ekologi bukanlah semata-mata masalah ilmiah, melainkan masalah teologis. Ia berargumen bahwa dosa tidak hanya merusak hubungan manusia dengan Allah dan sesama, tetapi juga secara fundamental merusak hubungan manusia dengan alam ciptaan lainnya. Oleh karena itu, gereja dipanggil untuk mengembangkan sebuah “Etika Bumi Baru”.   

  • Respons Institusional (PGI): Diskursus eko-teologi ini telah diadopsi secara penuh oleh gereja-gereja arus utama. Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) secara vokal menyerukan “keadilan ekologi”. Sekretaris Umum PGI pada saat itu (sekarang Ketua Umum) Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty (dari GPM), menegaskan bahwa gereja sebagai “lembaga moral” harus berdiri di posisi yang kuat untuk menyuarakan isu ini. Panggilan ini telah diformalkan. Dokumen Keesaan Gereja (DKG) PGI (2019-2024), yang menjadi pegangan teologis bagi gereja-gereja anggotanya, secara eksplisit mencantumkan panggilan gereja untuk “memelihara secara bertanggung jawab sumber-sumber alam dan lingkungan hidup” dan menjaga “keutuhan ciptaan”.   

  • Opsi Solusi:

    1. Teologi Mimbar (Pergeseran Fokus): Menggeser khotbah dari antroposentris (keselamatan manusia semata) ke teosentris (kemuliaan Allah dan pemulihan seluruh ciptaan-Nya).

    2. Aksi Jemaat (Green Church): Mengimplementasikan program nyata seperti pemilahan sampah di gereja  dan melakukan advokasi teologis untuk menolak industri ekstraktif (tambang) yang merusak lingkungan dan masa depan generasi muda.   

    3. Teologi Kontekstual: Menggali kembali kearifan-kearifan lokal (yang seringkali diabaikan) yang selaras dengan mandat Alkitabiah untuk memelihara ciptaan. 

3.2 Disrupsi Sosial-Ekonomi: Injil Kemakmuran vs. Keadilan Sosial

  • Tantangan (Injil Kemakmuran): Sebuah disrupsi teologis yang kuat datang dari penyebaran masif Prosperity Gospel (Injil Kemakmuran). Teologi ini mengajarkan bahwa iman yang sejati akan menghasilkan kekayaan materi dan kesehatan fisik.

    • Dampak Teologis: Injil Kemakmuran mendorong “individualisme sosial” dan “sikap fideistis” (keyakinan buta).   

    • Dampak Sosial: Secara fundamental, teologi ini merusak agenda keadilan sosial. Ia “menghambat reformasi politik atau ekonomi”  karena mengajarkan bahwa kemiskinan dan ketidakadilan bukanlah masalah struktural yang harus diperjuangkan bersama, melainkan masalah iman individu yang harus diselesaikan secara personal dengan Tuhan.   

  • Tantangan (Kesenjangan Teologis): Protestantisme di Indonesia sendiri terpolarisasi dalam merespons isu sosial-ekonomi :   

    1. Kelompok Ekumenis (PGI/Mainline): Menekankan misi “horizontal”, yang berkarakter “perjuangan untuk kebebasan, pembebasan, keadilan sosial, dan solidaritas”.   

    2. Kelompok Injili (Evangelical): Menekankan misi “vertikal”, yang berfokus pada “pemberitaan pertobatan atau konversi, dan pembentukan hubungan pribadi dengan Allah”.   

  • Analisis: Injil Kemakmuran  adalah “musuh” bagi kedua kubu ini. Ia menolak fokus keadilan sosial dari kelompok Ekumenis, sekaligus mengorupsi fokus Injil anugerah murni dari kelompok Injili (dengan menggantinya menjadi “iman untuk kekayaan”).   

  • Opsi Solusi:

    1. Literasi Teologis (Menggali Akar): Mengajarkan kembali Etika Kerja Protestan (Calvinis) yang asli. Calvinisme historis memang mempromosikan kerja keras dan akumulasi kekayaan, namun “dalam batas-batas etis”  dan diimbangi dengan prinsip “hidup sederhana”. Tujuannya bukan konsumsi pribadi yang mewah (seperti dalam Injil Kemakmuran), melainkan untuk kemuliaan Allah dan pelayanan bagi sesama.   

    2. Diakonia Transformatif: Gereja (termasuk GPI) dipanggil untuk merespons krisis ekonomi riil seperti PHK massal dan inflasi. Respon ini tidak boleh hanya karitatif (amal/memberi ikan), tetapi harus transformatif (mengatasi akar masalah ketidakadilan struktural).   

3.3 Disrupsi Politik: Polarisasi, Politik Identitas, dan Netralitas Gereja

  • Tantangan: Sejak era Reformasi 1998, politik Indonesia diwarnai oleh menguatnya “politik identitas”. Pemilu, baik di tingkat daerah maupun nasional, seringkali diwarnai oleh penggunaan “kekuatan uang” (politik uang) dan politisasi agama. Gereja, sebagai institusi dengan massa yang besar, berada di bawah tekanan besar untuk berpihak dan berisiko terpolarisasi secara internal.   

  • Respons Institusional:

    • PGI & KPU: PGI secara konsisten berkolaborasi dengan KPU untuk menegaskan bahwa gereja harus non-partisan. Dirjen Bimas Kristen juga menegaskan agar “gereja jangan dijadikan tempat melakukan kegiatan politik” praktis. Peran gereja adalah menjadi “sarana integrasi bangsa”.  

    • Para Teolog: Para teolog Indonesia menyerukan pengembangan “Teologi Politik untuk Keadilan”. Ini adalah jalan tengah antara politisasi agama (menjadikan gereja partisan) dan quietism (gereja diam membisu).   

  • Opsi Solusi:

    1. Mimbar Non-Partisan: Pendeta dan majelis gereja harus mengambil jarak yang sama dengan semua kontestan politik dan tidak boleh terikat pada satu partai pun.   

    2. Pendidikan Politik Warga: Gereja memiliki tugas profetis untuk mendidik jemaatnya menjadi “kandidat yang cerdas” , menolak politik uang , dan memilih berdasarkan rekam jejak serta komitmen pada keadilan.   

    3. Peran Profetis (Suara Kenabian): Gereja “tidak tinggal diam”. Politik Kristen sejati bukanlah “politik kekuasaan,” melainkan “politik untuk melayani dan memperjuangkan kepentingan umum” (bonum commune). Gereja harus berani bersuara melawan ketidakadilan dan mendukung kebijakan yang pro-rakyat, tanpa harus menyebut nama partai atau kandidat.   

3.4 Disrupsi Digital: Eklesiologi dan Sakramentologi Siber

  • Tantangan: Pandemi COVID-19 bertindak sebagai akselerator digital yang masif. Gereja-gereja dipaksa bermigrasi dari ibadah fisik ke ranah digital, menggunakan live streaming, aplikasi seluler, dan media sosial untuk tetap terhubung dengan jemaat. Studi kasus di Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) Semarang menunjukkan bagaimana pemusik gereja harus beradaptasi total dengan teknologi live streaming.   

  • Tantangan Teologis: Disrupsi ini tidak hanya teknis, tetapi juga teologis. Ia menantang dua doktrin fundamental:

    1. Eklesiologi (Doktrin Gereja): Apakah “Gereja Online”  adalah gereja yang sah? Apakah persekutuan virtual dapat menggantikan persekutuan fisik?   

    2. Sakramentologi (Doktrin Sakramen): Bagaimana dengan sakramen (Baptisan dan Perjamuan Kudus)? Apakah Perjamuan Kudus yang dilakukan secara online, di mana jemaat mengambil roti dan anggur di rumah masing-masing sambil menonton streaming, sah secara teologis?

  • Opsi Solusi:

    1. Model Hibrida: Mengadopsi model hybrid (fisik dan digital) secara permanen pasca-pandemi. Ini penting untuk menjangkau generasi baru yang digital native  dan mereka yang terhalang secara fisik (karena sakit, jarak, atau, seperti yang akan kita lihat, persekusi).   

    2. Refleksi Teologis Mendesak: Sinode-sinode (termasuk GPI) harus segera bersidang dan merumuskan panduan teologis yang jelas tentang “gereja digital”. Mereka harus menetapkan batasan-batasan teologis yang jernih, terutama mengenai keabsahan sakramen yang dilaksanakan secara virtual.

3.5 Disrupsi Hukum & HAM: Ancaman Eksistensial Kebebasan Beragama

Ini adalah salah satu disrupsi paling berbahaya yang dihadapi Protestantisme di Indonesia. Tantangan ini bukan lagi soal teologi atau teknologi, melainkan soal hak untuk eksis secara fisik dan legal.

  • Tantangan: Sulitnya, dan seringkali tidak mungkinnya, mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk gereja, bahkan ketika semua persyaratan hukum—seperti yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) 2006—telah dipenuhi.   

  • Studi Kasus Rinci (HKBP Maranatha Cilegon):

    • Fakta di Lapangan: Jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Maranatha di Cilegon memiliki 3.903 anggota jemaat. Di Kota Cilegon, terdapat 381 masjid namun nol gereja. Selama puluhan tahun, jemaat harus beribadah dengan menempuh jarak 40 km ke gereja di kota terdekat (Serang).   

    • Proses Hukum: Panitia pembangunan gereja telah berjuang memenuhi semua persyaratan PBM 2006, termasuk pengumpulan KTP dukungan.   

    • Disrupsi Hukum & Politik: Alih-alih memproses izin yang telah memenuhi syarat, Walikota Cilegon Helldy Agustian dan Wakil Walikota Sanuji Pentamarta justru tunduk pada tekanan kelompok intoleran (“Komite Penyelamat Kearifan Lokal”). Keduanya secara terbuka menandatangani petisi di atas kain putih untuk menolak pembangunan gereja.   

    • Pelanggaran Konstitusi: Tindakan kepala daerah ini dikritik keras oleh PGI  dan berbagai kelompok HAM (Imparsial, Maarif Institute) sebagai tindakan “inkonstitusional”. Ini adalah pelanggaran langsung terhadap UUD 1945 yang menjamin kebebasan beribadah  dan UU Administrasi Daerah yang menuntut kepala daerah bersikap non-diskriminatif.   

  • Sintesis Kritis: Kaitan Disrupsi Hukum dan Disrupsi Digital Sebuah analisis yang lebih dalam menunjukkan bagaimana dua disrupsi ini saling terkait secara kausal (sebab-akibat).

    1. Disrupsi Hukum (penolakan IMB oleh Walikota Cilegon ) menyebabkan ibadah fisik di Cilegon menjadi mustahil.   

    2. Pandemi kemudian hadir sebagai “momentum” yang menormalisasi ibadah online.   

    3. Hasilnya, muncul rekomendasi untuk mendirikan “Gereja Online HKBP Cilegon”. Analisisnya adalah: Ruang digital menjadi satu-satunya “ruang suci” (sanctuary) yang tersedia ketika ruang fisik ditutup secara paksa oleh tekanan politik massa dan kegagalan aparatur negara (hukum). Ini adalah evolusi gereja yang dipaksakan oleh persekusi. Gereja online  bukan lagi sekadar suplemen ibadah di masa pandemi, tetapi telah menjadi strategi utama untuk bertahan hidup (survival strategy) di wilayah-wilayah restriktif.   

  • Opsi Solusi:

    1. Advokasi Hukum Terpusat: Sinode Am (seperti GPI) harus menyediakan payung advokasi hukum dan HAM yang kuat di tingkat nasional. Jemaat lokal seperti HKBP Cilegon tidak boleh dibiarkan berjuang sendirian melawan aparat pemerintah daerah yang bertindak inkonstitusional.   

    2. Mengembangkan Teologi “Diaspora Digital”: Sinode harus secara serius mengembangkan teologi gereja online  bukan lagi sebagai tambahan, tetapi sebagai bentuk kehadiran gereja yang sah dan utama di wilayah-wilayah di mana eksistensi fisik dilarang secara ilegal.   

    3. Dialog Lintas Iman Proaktif: Negara (pemerintah) terbukti seringkali tunduk pada “majoritarian principle” (prinsip mayoritas). Oleh karena itu, gereja harus secara proaktif membangun “champions of peace” (pejuang perdamaian)  di tingkat akar rumput untuk melawan narasi intoleran dari kelompok konservatif. 

BAGIAN 4: SINTESIS FOKUS – SINODE AM GPI DAN 12 GEREJA BAGIAN MANDIRI (GBM)

Bagian ini adalah puncak dari laporan, yang menerapkan seluruh analisis pergeseran doktrinal (Bagian 1), pemetaan afiliasi (Bagian 2), dan tantangan disrupsi (Bagian 3) secara spesifik kepada Sinode Am Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan ke-12 Sinode Gereja Bagian Mandiri (GBM).

4.1 Akar Teologis GPI: Warisan Calvinis, Orientasi Ekumenis

  • Akar Sejarah: Gereja Protestan di Indonesia (GPI) adalah gereja “induk”. Ia merupakan kelanjutan langsung dari De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indië (Gereja Protestan di Hindia Belanda), yang didirikan di Ambon pada tahun 1605. Ini menjadikannya gereja Protestan tertua di Asia.   

  • Identitas Teologis: Secara resmi dan historis, identitas teologis GPI adalah “Reformed” (Hervormd)  dan “Calvinisme”. Tata gereja (polity) yang dianutnya adalah “Presbyterian”  atau Presbiterial Sinodal.   

  • Pergeseran di Tingkat Sinode Am (GPI): Sebuah fakta krusial yang menentukan identitas GPI saat ini adalah afiliasi globalnya. Sinode Am GPI adalah anggota dari World Communion of Reformed Churches (WCRC). Sebagaimana telah dianalisis secara mendalam di Bagian 2.1, keanggotaan WCRC  adalah indikator kuat dari sebuah pergeseran teologis. Ini menandakan bahwa orientasi Sinode Am GPI (pusat) bukanlah Calvinisme konfesional yang kaku (seperti GRII yang merupakan anggota WRF ). Sebaliknya, “Calvinisme” GPI adalah “Calvinisme” mainline yang bersifat ekumenis, liberal-moderat, dan sangat terfokus pada teologi kontekstual dan keadilan sosial-ekologi. Bagi GPI, “Calvinisme” hari ini kemungkinan besar dimaknai sebagai (1) Warisan Historis, (2) Pilihan Tata Gereja (Presbiterial Sinodal ), bukan lagi sebagai (3) Kepatuhan Doktrinal yang kaku pada soteriologi TULIP atau Konfesi Westminster.  

4.2 Identifikasi dan Analisis 12 Sinode Gereja Bagian Mandiri (GBM)

GPI adalah sebuah persekutuan (komuni) yang terdiri dari 12 Sinode Gereja Bagian Mandiri (GBM).72 Pemekaran ini dimulai pada tahun 1934.72 Berdasarkan data yang tersedia, ke-12 GBM tersebut adalah:

  1. Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) (berdiri 1934) 72
  2. Gereja Protestan di Maluku (GPM) (berdiri 1935) 72
  3. Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) (berdiri 1947) 72
  4. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) (berdiri 1948) 72
  5. Gereja Protestan Indonesia Donggala (GPID) (berdiri 1964)
  6. Gereja Protestan Indonesia di Buol Toli-Toli (GPIBT) (berdiri 1965)
  7. Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo (GPIG) (berdiri 1965) 84
  8. Gereja Kristen Luwuk Banggai (GKLB) (berdiri 1966)
  9. Gereja Protestan Indonesia di Papua (GPIP) (berdiri 1985)
  10. Gereja Protestan Indonesia di Banggai Kepulauan (GPIBK) (berdiri 2000)
  11. Indonesian Evangelical Christian Church  (IECC) (berdiri 1998)
  12. Gereja Masehi Injili Talaud (GERMITA) (dimekarkan dari GMIST 1997, masuk GPI 2002) 

4.3 Pemetaan Teologis GBM: Spektrum dari Konfesional ke Kontekstual

Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa “Calvinisme” tidak dimaknai secara seragam di antara 12 GBM ini. Terdapat spektrum teologis yang lebar di dalam keluarga GPI.

  • GBM dengan Identitas Calvinis Eksplisit: Beberapa GBM, terutama yang besar dan historis, masih secara eksplisit mencantumkan identitas Calvinis. GMIM (Minahasa)  dan GPIB (Indonesia Barat)  secara jelas diidentifikasi sebagai “Calvinis” dan “Reformed” dengan tata gereja Presbiterial Sinodal.   

  • GBM dengan Identitas Ekumenis-Kontekstual (Pergeseran Eksplisit): GBM lain, terutama yang lebih muda atau yang telah merevisi tata gereja mereka, menunjukkan pergeseran yang jelas:

    • Kasus GPM (Maluku): Catatan sejarah GPM menunjukkan bahwa pada masa-masa awalnya di bawah GPI, “asas ajaran yang digariskan… umum dan samar-samar (tidak tegas)”. Anggota jemaat “tidak memiliki suatu pegangan ajaran dan rumusan bersama (pengakuan iman)”. Baru pada Tata Gereja GPM tahun 1937 setelah berdiri sendiri, GPM mencantumkan Pengakuan Iman Rasuli —kredo Kristen paling dasar, bukan konfesi Reformed yang spesifik. Ini menunjukkan fondasi konfesional Reformed (Westminster/Dort) yang tipis sejak awal.   

    • Kasus GPIG (Gorontalo): Bukti paling kuat dari pergeseran ini ditemukan dalam Naskah Revisi Tata Gereja GPIG (2023). Dalam Bab III Pasal 5 tentang “Pengakuan GPIG”, mereka mengaku: (1) Kredo Ekumenis (Rasuli, Nicea-Konstantinopel, Athanasius) dan (2) “menerima Pemahaman Bersama Iman Keesaan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PBIK-PGI)”Tidak ada penyebutan sama sekali tentang Konfesi Westminster, Katekismus Heidelberg, atau Canons of Dort.   

    • Kasus GPIBT (Buol Toli-Toli): Tema Sidang Sinode XXII GPIBT (Februari 2025) adalah “Hidup Sebagai Terang yang Membawa Kebaikan, Keadilan dan Kebenaran”. Fokusnya adalah kemitraan dengan pemerintah untuk “membangun bangsa, memperkokoh kerukunan, dan menjaga masyarakat yang sejahtera”. Ini adalah bahasa etika sosial dan teologi kontekstual, bukan bahasa soteriologi Calvinis klasik (pemilihan, predestinasi, anugerah).   

Kesimpulan Analisis GBM: Bagi Sinode Am GPI dan mayoritas GBM-nya, “Calvinisme” telah bergeser. Ia telah bertransformasi dari identitas doktrinal-soteriologis (fokus pada TULIP atau Predestinasi) menjadi identitas polity (Tata Gereja Presbiterial Sinodal ) dan identitas etika-ekumenis. Pengikat teologis utama yang mengikat mereka bersama bukan lagi Institutes Calvin  atau Konfesi Westminster , melainkan Dokumen Keesaan Gereja (DKG) PGI.   

4.4 Matriks Analisis: Disrupsi dan Respons Teologis 12 Sinode GBM GPI

Tabel berikut memvisualisasikan sintesis analisis ini, memetakan setiap GBM terhadap identitas teologisnya (yang tercatat) dan disrupsi kontekstual utama yang dihadapinya di wilayah pelayanannya.

Sinode Bagian Mandiri (GBM)Identitas Teologis (Data)Afiliasi (Indikator)Wilayah PelayananDisrupsi Kontekstual Utama (Data)Respons/Fokus Teologis (Data)
GMIM

Calvinisme, Reformed 

WCC, WCRC [75]

Minahasa, Sulut

Ekologi: Pertambangan 

Politik: Polarisasi Pilkada

Keadilan Iklim , Visi “Am dan Rasuli” [94]

GPM

Protestan. Mengaku Iman Rasuli (sejak 1937) 

WCC, WCRC [75]

Maluku (Kepulauan)

Sosial: Trauma Pasca-Konflik

Ekologi: Keadilan Ekologi 

Teologi Rekonsiliasi, Eko-Teologi (Pdt. Manuputty) 

GMIT

Reformed, Calvinis 

WCC, WCRC [75]

Timor, NTT

Ekonomi: Kemiskinan, PHK 

Ekologi: Krisis Air, Kekeringan

Diakonia Transformatif, Etika Bumi 

GPIB

Calvinisme, Reformed [72, 81]

WCC, WCRC [75]

Indonesia Bag. Barat (Urban)

Digital: Adaptasi Ibadah 

Sosial: Pluralisme, Politik Identitas 

Misiologi Perkotaan, Dialog Lintas Iman [41, 95]

GPID

Protestan [82, 83]

GPI/WCRCDonggala, Sulteng

Ekonomi/Sosial: Daerah terpencil [83]

Politik: Kemitraan Pemerintah [82]

Pembangunan Jemaat, Pelayanan di daerah terpencil [83]

GPIG

Protestan, Calvinisme.[86] Eksplisit adopsi PBIK-PGI 

GPI/WCRCGorontalo (minoritas)

Sosial: Hubungan antar-agama

Hukum: Pengakuan kelembagaan 

Mengadopsi PBIK-PGI. Visi “Inklusif” 

GPIBT

Protestan [87]

GPI/WCRCBuol Toli-Toli, Sulteng

Politik: Kemitraan dengan Pemda 

Sosial: Kerukunan

“Kebaikan, Keadilan, Kebenaran” (Tema Sinode 2025) 

GPI Papua

Reformed [73, 91]

GPI/WCRCPapua

HAM/Politik: Konflik, diskriminasi [96]

Hukum: Tantangan kebebasan beragama [96]

Teologi Kontekstual Papua, Keadilan Sosial [91]

GERMITA

Protestan [90, 98]

GPI 

Talaud (Kepulauan)

Ekologi: Keadilan & Keutuhan Ciptaan [90]

“Keadilan, Kesejahteraan, Keutuhan Ciptaan” (Misi) [90]

GKLB

Protestan 

PGI 

Luwuk Banggai, Sulteng

Ekonomi: Pembangunan daerah

Sosial: Pelayanan di daerah terpencil

(Data tidak spesifik dalam riset ini)

4.5 Kesimpulan dan Opsi Solusi untuk Sinode Am GPI

Kesimpulan Sintetik: Laporan ini menyimpulkan bahwa sementara Protestantisme global terpecah antara kubu Konfesional (diwakili WRF/ICRC) dan Ekumenis (diwakili WCRC), Sinode Am GPI dan ke-12 GBM-nya jelas telah berlabuh dan memilih kubu Ekumenis-Kontekstual.

Akar Calvinis  tidak dihilangkan, tetapi telah ditransformasikan. Ia diekspresikan bukan melalui kepatuhan ketat pada soteriologi TULIP  atau Konfesi Westminster (yang bahkan tidak disebut oleh GPIG ). Sebaliknya, warisan Calvinis GPI diekspresikan melalui:   

  1. Tata Gereja (Polity): Mempertahankan struktur Presbiterial Sinodal  sebagai warisan Calvinis.   

  2. Etika Teologis (Focus): Mengadopsi fokus teologis pada Keadilan Kontekstual (Ekologi, Sosial, Politik)  sebagaimana digariskan oleh PGI  dan WCRC. Dokumen Keesaan Gereja (DKG) PGI  telah secara de facto menjadi dokumen konfesional fungsional bagi GPI dan GBM-nya.   

Tantangan eksistensial terbesar bagi GPI dan GBM-nya saat ini bukan perdebatan internal TULIP vs. Arminianisme , melainkan ancaman eksternal: disrupsi hukum (kasus IMB seperti Cilegon) , disrupsi sosial (politik identitas) , dan disrupsi ekologi.   

Opsi Solusi Strategis untuk Sinode Am GPI:

Berdasarkan analisis di atas, berikut adalah tiga opsi solusi strategis yang direkomendasikan untuk dipertimbangkan oleh Sinode Am GPI:

  1. Memperkuat Identitas “Calvinis Kontekstual” (Solusi Teologis): GPI tidak perlu menjadi konfesional kaku seperti GRII. Namun, GPI juga tidak boleh membiarkan warisan Calvinisnya menguap menjadi etika sekuler. Sinode Am GPI harus memperkuat artikulasi teologisnya: Bagaimana doktrin inti Calvin (khususnya Kedaulatan Mutlak Allah) memberikan fondasi teologis yang lebih kokoh untuk Keadilan Ekologi (Allah berdaulat atas seluruh ciptaan-Nya, bukan hanya manusia ) dan Keadilan Sosial-Politik (Allah berdaulat atas negara dan hukum ) dibandingkan dengan teologi liberal sekuler atau teologi kemakmuran yang individualistis.   

  2. Membentuk “Crisis Response Unit – CRU” (Solusi Legal/HAM): Kasus HKBP Cilegon  adalah kegagalan sistemik di mana aparat negara bertindak inkonstitusional. Ini adalah ancaman eksistensial bagi semua gereja minoritas. Jemaat lokal dan Sinode Wilayah (GBM) tidak dapat dibiarkan berjuang sendirian. Sinode Am GPI harus membentuk sebuah unit advokasi hukum dan HAM terpusat di tingkat nasional (sejenis CRU) yang memiliki sumber daya, jaringan, dan mandat untuk merespons secara cepat dan sistematis setiap kasus diskriminasi IMB atau pelanggaran kebebasan beragama yang dialami oleh jemaat-jemaat GBM-nya.   

  3. Merumuskan Eklesiologi Digital GPI (Solusi Digital/Hukum): Seperti terbukti dalam kasus Cilegon , “gereja online” telah berevolusi dari suplemen pandemi menjadi strategi bertahan hidup di wilayah restriktif. Sinode Am GPI harus berhenti melihat disrupsi digital sebagai tren teknis semata dan mulai melihatnya sebagai keharusan teologis dan strategis. Sinode Am harus segera bersidang untuk merumuskan Tata Gereja dan panduan teologis yang jelas mengenai “Gereja Digital” : Apa status jemaat virtual? Bagaimana pelaksanaan sakramen virtual? Ini adalah keharusan untuk menjangkau generasi baru  dan untuk memastikan kelangsungan hidup jemaat di wilayah-wilayah di mana eksistensi fisik mereka ditolak secara ilegal.   

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Reformed Christianity – Wikipedia, accessed November 4, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Reformed_Christianity
  2. Institutes of the Christian Religion – Wikipedia, accessed November 4, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Institutes_of_the_Christian_Religion
  3. The Institutes of the Christian Religion, accessed November 4, 2025, https://www.ccel.org/ccel/c/calvin/institutes/cache/institutes.pdf
  4. Institutes of the Christian Religion by John Calvin | Research Starters – EBSCO, accessed November 4, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/literature-and-writing/institutes-christian-religion-john-calvin
  5. A Short Summary of Calvin’s Institutes – by Dr. C. Matthew McMahon | Reformed Theology at A Puritan’s Mind, accessed November 4, 2025, https://www.apuritansmind.com/the-reformation/a-short-summary-of-calvins-institutes-by-dr-c-matthew-mcmahon/
  6. Calvinisme – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed November 4, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Calvinisme
  7. John Calvin: Institutes of the Christian Religion – Christian Classics Ethereal Library, accessed November 4, 2025, https://www.ccel.org/ccel/calvin/institutes.toc.html
  8. kajian soteriologi dalam teologi universalisme, calvinisme, dan arminianisme serta kaitannya dengan pembelajaran pendidikan agama kristen, accessed November 4, 2025, https://ejournal.uki.ac.id/index.php/shan/article/download/1484/1184
  9. Doktrin Kedaulatan Allah dan Doktrin Kehendak Bebas – GKI Kota Wisata, accessed November 4, 2025, https://www.gkikotawisata.org/wp-content/uploads/2019/07/images_photo_materipembinaan_Doktrin-Predestinasi-dan-Free-Will.pdf
  10. Calvin on Fundamental Doctrines | Fundamentally Reformed, accessed November 4, 2025, https://www.fundamentallyreformed.com/2008/03/04/calvin-on-fundamental-doctrines/
  11. The Calvinism vs. Arminianism Debate Among Protestants: Unraveling the Historical and Theological Significance – Truth & Grace, accessed November 4, 2025, https://truthandgracecounseling.com/the-calvinism-vs-arminianism-debate-among-protestants-unraveling-the-historical-and-theological-significance/
  12. The Concise Guide to the Modern Calvinist/Arminian Debate – TopSCHOLAR, accessed November 4, 2025, https://digitalcommons.wku.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1389&context=stu_hon_theses
  13. I don’t know how anyone could argue the debate between Calvinism and Arminianism is not important. – Reddit, accessed November 4, 2025, https://www.reddit.com/r/Christianity/comments/16g1hmr/i_dont_know_how_anyone_could_argue_the_debate/
  14. The Great Debate: Calvinism or Arminianism – Biblically Shaped Ministries, accessed November 4, 2025, https://www.biblicallyshaped.com/blogs/2010/10/the-great-debate
  15. The Difference Between “Neo-Calvinism” and “New-Calvinism” – The Laymen’s Lounge, accessed November 4, 2025, https://thelaymenslounge.com/the-difference-between-neo-calvinism-and-new-calvinism/
  16. Hardier than Supposed: The Resurgence of Calvinism Across the 20th Century, accessed November 4, 2025, https://www.thegospelcoalition.org/themelios/article/hardier-than-supposed-the-resurgence-of-calvinism-across-the-20th-century/
  17. The New Vs. The Old Calvinism – Reformed Baptist Blog, accessed November 4, 2025, https://reformedbaptistblog.com/2014/04/01/the-new-vs-the-old-calvinism/
  18. The Difference between Old Calvinism and New Calvinism? : r/Reformed – Reddit, accessed November 4, 2025, https://www.reddit.com/r/Reformed/comments/3z7rnw/the_difference_between_old_calvinism_and_new/
  19. The many dimensions of Calvinism – again. – Helm’s Deep, accessed November 4, 2025, http://paulhelmsdeep.blogspot.com/2014/04/the-many-dimensions-of-calvinism-again.html
  20. What We Believe | Grace Presbyterian Church | Ocala, accessed November 4, 2025, https://www.gpcocala.org/confessions-creeds
  21. Reformed churches – Theopedia, accessed November 4, 2025, https://www.theopedia.com/reformed-churches
  22. The Reformed Confessions | The Heidelblog, accessed November 4, 2025, https://heidelblog.net/confessions/
  23. World Communion of Reformed Churches – Wikipedia, accessed November 4, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/World_Communion_of_Reformed_Churches
  24. Observations on the World Communion of Reformed Churches, accessed November 4, 2025, https://reformedjournal.com/2010/12/01/observations-on-the-world-communion-of-reformed-churches/
  25. Communion – WCRC, accessed November 4, 2025, https://wcrc.eu/wp-content/uploads/2024/07/ReformedWorld-60-1.pdf
  26. WCRC: Home, accessed November 4, 2025, https://wcrc.eu/
  27. The EPC and the World Communion of Reformed Churches – Cameron Shaffer, accessed November 4, 2025, https://cameronshaffer.com/2023/03/15/the-epc-and-the-world-communion-of-reformed-churches/
  28. What do liberal Rformed denominations like those in WCRC believe? : r/Reformed – Reddit, accessed November 4, 2025, https://www.reddit.com/r/Reformed/comments/1c0w0g4/what_do_liberal_rformed_denominations_like_those/
  29. World Reformed Fellowship, accessed November 4, 2025, https://wrf.global/
  30. My List Of “Approved Denominations” | Roger E. Olson – Patheos, accessed November 4, 2025, https://www.patheos.com/blogs/rogereolson/2012/11/my-list-of-approved-denominations/
  31. Reformed denominations – most to least conservative? – Reddit, accessed November 4, 2025, https://www.reddit.com/r/Reformed/comments/82ekhl/reformed_denominations_most_to_least_conservative/
  32. Gereja-Gereja Reformasi di Indonesia – Wikipedia, accessed November 4, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Gereja-Gereja_Reformasi_di_Indonesia
  33. List of Reformed denominations – Wikipedia, accessed November 4, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_Reformed_denominations
  34. Indonesian Reformed Evangelical Church – Wikipedia, accessed November 4, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Indonesian_Reformed_Evangelical_Church
  35. International Reformed Evangelical Seminary – STT Reformed Injili …, accessed November 4, 2025, https://sttrii.ac.id/en/home/
  36. Pengakuan Iman – STTRII, accessed November 4, 2025, https://sttrii.ac.id/en/tentang-kami/pengakuan-iman/
  37. Gereja-Gereja Reformasi Calvinis – Wikipedia, accessed November 4, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Gereja-Gereja_Reformasi_Calvinis
  38. Gereja Kristen Indonesia – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed November 4, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Kristen_Indonesia
  39. Between Evangelism and Multiculturalism: The Dynamics of Christianity in Indonesia – Institutional Knowledge (InK) @ SMU, accessed November 4, 2025, https://ink.library.smu.edu.sg/cgi/viewcontent.cgi?article=2598&context=soss_research
  40. 2023/70 “What the Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin Case Says about Religious Freedom in Indonesia” by Alamsyah M. Djafar and A’an Suryana – ISEAS-Yusof Ishak Institute, accessed November 4, 2025, https://www.iseas.edu.sg/articles-commentaries/iseas-perspective/2023-70-what-the-gereja-kristen-indonesia-gki-yasmin-case-says-about-religious-freedom-in-indonesia-by-alamsyah-m-djafar-and-aan-suryana/
  41. PERILAKU KEAGAMAAN JEMAAT GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA BAGIAN BARAT (GPIB) YOGYAKARTA – Digilib UIN Suka, accessed November 4, 2025, https://digilib.uin-suka.ac.id/id/file/24845
  42. (PDF) Koinonia: Respon Gereja atas Krisis Ekologi – ResearchGate, accessed November 4, 2025, https://www.researchgate.net/publication/362822656_Koinonia_Respon_Gereja_atas_Krisis_Ekologi
  43. Peran Gereja Dalam Membangun Teologi Ekologi Suatu Tinjauan Teologis Praktis Terhadap Krisis Ekologi Akibat Perkebunan Nilam Di Jemaat Salubiru | LOKO KADA TUO – Sekolah Tinggi Teologi Mamasa, accessed November 4, 2025, https://lokokada.sttmms.ac.id/index.php/stt_mamasa/article/view/19?articlesBySameAuthorPage=3
  44. Teologi dan ekologi – Online Catalog | library@petra, accessed November 4, 2025, https://perpus.petra.ac.id/catalog/site/detail?id=2275904
  45. ‪Robert Patannang Borrong‬ – ‪Google Scholar‬, accessed November 4, 2025, https://scholar.google.com/citations?user=6JybvtMAAAAJ&hl=id
  46. Robert P. Borrong, Indonesian Christian Ecotheologian – Mukabumi, accessed November 4, 2025, https://mukabumi.org/robert-p-borrong/
  47. BAB II LANDASAN TEORI – repository IAKN Toraja, accessed November 4, 2025, https://digilib-iakntoraja.ac.id/4916/3/risma_bab_2.pdf
  48. PGI: Dalam Mengeliminir Kerusakan Lingkungan Gereja Terpanggil dalam Keadilan Ekologi – Indonesia News TV, accessed November 4, 2025, https://indonesianews.tv/2024/02/21/pgi-dalam-mengeliminir-kerusakan-lingkungan-gereja-terpanggil-dalam-keadilan-ekologi/
  49. Dokumen Keesaan Gereja | PDF – Scribd, accessed November 4, 2025, https://www.scribd.com/document/612105009/Dokumen-keesaan-Gereja
  50. PANDUAN SOSIALISASI : DOKUMEN KEESAAN GEREJA PERSEKUTUAN GEREJA – GEREJA DI INDONESIA (DKG – PGI) 2014 – 2019 ———— – Jemaat GPM Silo, accessed November 4, 2025, https://jemaatgpmsilo.org/wp-content/uploads/2018/05/PANDUAN-SOSIALISAS-DKG-II.pdf
  51. View of TANGGUNG JAWAB GEREJA TERHADAP LINGKUNGAN – Jurnal Teologi Eranlangi, accessed November 4, 2025, https://e-jurnal.sttsulbar.ac.id/index.php/jte/article/view/6/1
  52. Pemuda Gereja Protestan Kampanyekan Keadilan Iklim – Situs Hijau Indonesia, accessed November 4, 2025, https://hijauku.com/2024/06/20/pemuda-gereja-protestan-kampanyekan-keadilan-iklim/
  53. Ethical Aspects of the Prosperity Gospel in the Light of the Arguments Presented by Antonio Spadaro and Marcelo Figueroa – MDPI, accessed November 4, 2025, https://www.mdpi.com/2077-1444/12/11/996
  54. (PDF) Etika Calvinisme sebagai Fondasi Toleransi dalam Kehidupan Beragama, accessed November 4, 2025, https://www.researchgate.net/publication/387316237_Etika_Calvinisme_sebagai_Fondasi_Toleransi_dalam_Kehidupan_Beragama
  55. Sikap Gereja dalam Menghadapi Kondisi Ekonomi Indonesia Terkini – Sinode Am GPI, accessed November 4, 2025, https://sinodeamgpi.id/blog/refleksi-gereja-kekristenan-21/sikap-gereja-dalam-menghadapi-kondisi-ekonomi-indonesia-terkini-54
  56. TEOLOGI POLITIK UNTUK KEADILAN Respons Teologis Gereja di Tengah Menguatnya Politik Identitas Pdt. Dr. Djoys Anneke Rantung, M.T, accessed November 4, 2025, http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1109981&val=16717&title=TEOLOGI%20POLITIK%20UNTUK%20KEADILAN%20Respons%20Teologis%20Gereja%20di%20Tengah%20Menguatnya%20Politik%20Identitas
  57. Wujudkan Pemilu yang Damai, KPU Minta Bantuan PGI – Infopublik.id, accessed November 4, 2025, https://infopublik.id/kategori/nasional-politik-hukum/702781/index.html
  58. Dirjen Bimas Kristen: Gereja Jangan Dijadikan Tempat Melakukan Kegiatan Politik, accessed November 4, 2025, https://bimaskristen.kemenag.go.id/news-583-dirjen-bimas-kristen–gereja-jangan-dijadikan-tempat-melakukan-kegiatan-politik.html
  59. peran politik gereja dalam tahun politik 2024: studi kasus gki serpong the political role of the, accessed November 4, 2025, https://ojs.sttsappi.ac.id/index.php/tedeum/article/download/386/190/
  60. TURUT MEMBINA INDONESIA SEBAGAI RUMAH BERSAMA – PERAN GEREJA DALAM POLITIK DI INDONESIA – Neliti, accessed November 4, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/102352-turut-membina-indonesia-sebagai-rumah-be-be969987.pdf
  61. Teologi dan Keadilan Sosial: Peran Gereja dalam Merespons Ketimpangan Global – E-Journal Institut Agama Kristen Negeri Manado, accessed November 4, 2025, https://www.ejournal-iakn-manado.ac.id/index.php/tumoutou/article/download/1973/1246
  62. OPTIMALISASI PERAN GEREJA KATOLIK DI BIDANG POLITIK: SEBUAH UPAYA PEMAKNAAN TAHUN POLITIK 2018 DALAM MEWUJUDKAN BONUM COMMUNE – ResearchGate, accessed November 4, 2025, https://www.researchgate.net/publication/354180136_OPTIMALISASI_PERAN_GEREJA_KATOLIK_DI_BIDANG_POLITIK_SEBUAH_UPAYA_PEMAKNAAN_TAHUN_POLITIK_2018_DALAM_MEWUJUDKAN_BONUM_COMMUNE
  63. 2988-1331 MISI GEREJA DI ERA DIGITAL: PEMANFAATAN TEKNOLO – Jurnal Komunikasi, accessed November 4, 2025, https://jkm.my.id/index.php/komunikasi/article/download/14/21
  64. adaptasi pemusik dalam pujian dan penyembahan daring pada kebaktian umum gereja jemaat allah – Digilib, accessed November 4, 2025, http://digilib.isi.ac.id/10908/3/JURNAL%20KHIMA%20TITIP%20%28wm%29.pdf
  65. (PDF) Aktivasi Gereja Online Studi Kasus Pembangunan Gereja Online HKBP Maranatha Cilegon – ResearchGate, accessed November 4, 2025, https://www.researchgate.net/publication/385643884_Aktivasi_Gereja_Online_Studi_Kasus_Pembangunan_Gereja_Online_HKBP_Maranatha_Cilegon
  66. Indonesia: Christians Decry Stalled Church Project – Eurasia Review, accessed November 4, 2025, https://www.eurasiareview.com/10092022-indonesia-christians-decry-stalled-church-project/
  67. Indonesia: Gov’t officials join effort to ban church construction | World – Christian Post, accessed November 4, 2025, https://www.christianpost.com/news/indonesia-government-officials-join-effort-to-block-church-construction.html
  68. Makalah Konflik Pembangun Gereja Di Cilegon 2022 – Scribd, accessed November 4, 2025, https://id.scribd.com/document/614982260/MAKALAH-KONFLIK-PEMBANGUN-GEREJA-DI-CILEGON-2022
  69. Mayor slammed for blocking Cilegon church – Thu, September 15, 2022 – The Jakarta Post, accessed November 4, 2025, https://www.thejakartapost.com/paper/2022/09/14/mayor-slammed-for-blocking-cilegon-church.html
  70. Panitia Ungkap Kendala Perizinan Pembangunan Gereja HKBP di Cilegon – detikNews, accessed November 4, 2025, https://news.detik.com/berita/d-6281625/panitia-ungkap-kendala-perizinan-pembangunan-gereja-hkbp-di-cilegon
  71. The Church’s Rejection in Cilegon: The Perspective of Freedom of Religion – ResearchGate, accessed November 4, 2025, https://www.researchgate.net/publication/391341982_The_Church’s_Rejection_in_Cilegon_The_Perspective_of_Freedom_of_Religion
  72. GPI | Profil Gereja di Indonesia – WordPress.com, accessed November 4, 2025, https://profilgereja.wordpress.com/tag/gpi/
  73. Protestant Church in Indonesia – Wikipedia, accessed November 4, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Protestant_Church_in_Indonesia
  74. Gereja Reformed – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed November 4, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Reformed
  75. Protestant Church in Indonesia – World Council of Churches, accessed November 4, 2025, https://www.oikoumene.org/member-churches/protestant-church-in-indonesia
  76. Gereja Protestan di Indonesia – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed November 4, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Protestan_di_Indonesia
  77. Sejarah Gereja Protestan Di Indonesia | PDF – Scribd, accessed November 4, 2025, https://www.scribd.com/doc/45289139/Sejarah-Gereja-Protestan-Di-Indonesia
  78. Gereja Masehi Injili di Minahasa – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed November 4, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Masehi_Injili_di_Minahasa
  79. sekolah tinggi teologi, accessed November 4, 2025, http://116.197.135.41/repository/jkpthj/jkpthj/s3/d.th/unknownyear/jkpthj-is-s3-unknownyear-0000038289-174-sejarah_gpm-chapter8.pdf
  80. Daftar Gereja Gereja Anggota Pgi | PDF – Scribd, accessed November 4, 2025, https://id.scribd.com/document/437917718/Daftar-Gereja-Gereja-Anggota-Pgi
  81. Protestant Church in Western Indonesia – Wikipedia, accessed November 4, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Protestant_Church_in_Western_Indonesia
  82. Dirjen Bimas Kristen Hadiri Sidang Am ke-26 Sinode GPID dan Bahas Peranan Ditjen Bimas Kristen bagi Gereja-gereja di Indonesia, accessed November 4, 2025, https://bimaskristen.kemenag.go.id/news-508-dirjen-bimas-kristen-hadiri-sidang-am-ke26-sinode-gpid-dan-bahas-peranan-ditjen-bimas-kristen-bagi-gerejagereja-di-indonesia.html
  83. Sejarah – Sinode GPID, accessed November 4, 2025, https://www.sinodegpid.org/id/profil-gpid/1-sejarah
  84. Overview of the worldwide reformed church – reformiert online, accessed November 4, 2025, http://www.reformiert-online.net/weltweit/64_eng.php
  85. Gereja Protestan Indonesia Gorontalo (GPIG) – PGI, accessed November 4, 2025, https://pgi.or.id/synod/detail?id=39
  86. Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed November 4, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Protestan_Indonesia_di_Gorontalo
  87. Indonesian Protestant Church in Buol Tolitoli – Wikipedia, accessed November 4, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Indonesian_Protestant_Church_in_Buol_Tolitoli
  88. Pj. Bupati Buol Buka Sidang Sinode GPIBT XXII, Perkuat Sinergi dalam Membangun Kerukunan, accessed November 4, 2025, https://webs.buolkab.go.id/index.php/pj-bupati-buol-buka-sidang-sinode-gpibt-xxii-perkuat-sinergi-dalam-membangun-kerukunan/
  89. Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed November 4, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Masehi_Injili_Sangihe_Talaud
  90. Gereja Masehi Injili Talaud, accessed November 4, 2025, https://www.germita.com/
  91. INDONESIA: COMMUNAL TENSIONS IN PAPUA – Refworld, accessed November 4, 2025, https://www.refworld.org/en/download/58966
  92. Draf Tim TG Plus Komentar – Naskah Revisi Tata Gereja GPIG – Sidang Sinode Istimewa 24-27 Oktober – Scribd, accessed November 4, 2025, https://id.scribd.com/document/695257328/Draf-Tim-TG-Plus-Komentar-Naskah-Revisi-Tata-Gereja-GPIG-Sidang-Sinode-Istimewa-24-27-Oktober
  93. website kantor sinode gereja protestan indonesia di gorontalo laporan kerja praktik, accessed November 4, 2025, https://repo.unikadelasalle.ac.id/2138/1/FULL_KP_I%20Gede%20Krisna%20Wirasandhi_17013049.pdf

Calvinism vs. Arminianism: A Worthwhile Debate – thirdmill.org, accessed November 4, 2025, https://thirdmill.org/answers/answer.asp/file/40139